Senin, 16 Juli 2012

Temanggung Bersenyum :)

Dingin. Gunung. Desa. Sawah. Tembakau. Sumbing. Sindoro.

Sungguh tak ada kata yang bisa menggambarkan apa yang saya lihat di sini setiap hari. Iya, di Temanggung. Tujuh kata di atas jelas tidak dapat mendeskripsikannya dengan jelas, tapi paling tidak sudah mewakili. Sayang  saya bukan pujangga yang luwes dalam menguntai kata, yang bisa menuangkannya dalam syair nan indah dan mendeklamasikannya dengan gagah.  Sayang juga saya buka fotografer yang bisa dengan lihainya mengabadikan setiap momen-momen berharga yang saya lihat setiap hari.

Sekarang sedang musim kemarau. Apa yang bisa dilihat? Tentulah berjuta bintang di langit sana. Langit yang cerah memberikan kesempatan kepada para bintang untuk menampakkan kecantikannya. Bahkan hingga pagi menjelang. Di langit jingga sebelah timur sana ada dua bintang yang bertengger hingga sang surya datang, salah satunya Bintang Fajar bukan? Mungkin di Jakarta atau di belahan dunia yang lain juga demikian, tapi sempatkah kalian mendongakkan kepala sebentar sekedar untuk mengaguminya sebentar saja. Ahh..kadang saya pun tidak sempat. Tidak sempat? Bukan. Tak ada ruang yang nyaman. Lagipula bukankah di kota sana banyak gedung-gedung pencakar langit yang seolah ingin mencapai bintang di sana dengan segala gemerlap lampunya. Ahh, kalian terlalu menyilaukan dan mengalahkan bintang-bintang nan indah itu wahai gedung-gedung kota.

Sisa-sisa semburat jingga pagi hari dibarengi suara ayam yang mulai bangun, kicau burung, dan dingin yang menusuk tulang adalah hal-hal yang biasa saya lihat, dengar dan rasakan di pagi hari. Siang harinya udara masih saja tetap pada suhu yang tidak cukup tinggi, tapi sengatan mataharinya sungguh tak tertahankan. Panas dingin jadinya. Dan jangan  tanya bagaimana dinginnya di malam hari. Selimut tebal harus senantiasa membungkus tubuh agar bisa terlelap dengan nyaman.

Si kembar Sumbing dan Sindoro adalah primadona di sini. Sungguh rela sekali bila harus meluangkan waktu untuk sejenak menatap angkuhnya mereka berdiri di sore nan elok. Di kala lembayung senja yang dengan sombongnya memamerkan keanggunannya hingga ke kaki-kaki cakrawala. Sungguh menakjubkan kala kedua penglihatan ini disuguhi suatu kenyataan saat sang surya harus kembali ke peraduannya di antara kedua gunung kembar.  

Sumbing dan Sindoro. Karena merekalah penduduk Temanggung harus menanggung dingin dan pemandangan yang sungguh hebat setiap harinya. Dan dari sana jugalah sebagian penduduknya menggantungkan hidup. Tembakau. Tembakau srintil yang kualitasnya sudah diakui dunia berasal dari sini. Sawah hijau menghampar di mana-mana. Tak hanya tembakau, berhektar-hektar padi juga ada. Tapi jangan bayangkan akan ada gadis berkepang dua naik sepeda di sana. Gadis-gadis desa sekarang tak kalah modis dengan gadis kota.


Tetaplah jadi Temanggung Bersenyum. Bersih. Sejuk. Nyaman untuk Masyarakat :)


source: www.temanggungkab.go.id

1 komentar:

  1. Pemandangan Sumbing akan terlihat lebih indah saat sore hari, sekitar jam 3 dari Kledung mba ta. . ukiran-ukirannya jelas terlihat indah :-)

    BalasHapus