Kamis, 20 Agustus 2015

Syukur

Betapa sungguh Allah akan menambah nikmat kita bila kita senantiasa mensyukuri setiap apa yang diberikan olehNya.
Syukurku kali ini adalah karena Allah telah mempertemukanku dengan sahabat-sahabat terbaik yang pernah saya miliki, dan entah mereka menganggap saya apa. :"""

Ayu.
Mungkin kadang Ayu nyesel punya temen secengeng saya. Saya yang cengeng parah. Sampai-sampai pesan yang Ayu bisikkan ketika kami akan berfoto di hari pernikahannya adalah "jangan nangis". What the....! Kenapa Ayu malah bilang gitu? Kenapa Ayu justru tidak mendoakan supaya saya segera menyusul atau segera ketemu jodoh atau sejumlah kalimat membahagiakan yang lain?
Tapi justru seketika itu juga air mata saya luruh. Jangan nangis. Kata terakhir yang terekam oleh otak saya hanya kata "nangis" dan segera dieksekusi dengan baik oleh kelenjar air mata.
Sebenernya memang sudah tertahan sejak menghadiri ijab kabulnya, tapi rasanya malu. Dan memang di momen itulah Ayu justru mengingatkan buat nangis. Hahahaha. Ayuuu I love you.
Satu hal yang akan saya ingat sampai kapan pun adalah saat kami harus berpisah sampai waktu yang hanya Allah yang tahu. Stasiun Gambir. Juni 2013. Ketika Ayu harus bertugas di Sumatera Utara untuk 2 bulan dan saya yang di akhir bulan harus segera hengkang dari Jakarta karena kontrak sebagai auditor sudah habis dan memang ingin menikmati Ramadhan bersama keluarga di rumah. Itu adalah salah satu waktu paling menyedihkan untuk saya bersama Ayu. Ketika dua teman harus saling berpisah. Nangis. Entah waktu itu Ayu bilang "jangan nangis" atau enggak, yang saya ingat Ayu bilang,"kamu yang balik badan duluan, Nit. Biar nggak terlalu sedih."
Dan iya, saya balik badan duluan, seolah saya yang meninggalkan Ayu. Mungkin maksud dia supaya hati saya nggak hancur-hancur banget ketika nanti ditinggalkan. Dan Ayu rela ditinggalkan.
Melihat punggung seseorang yang kita sayangi pergi meninggalkan kita memang sesuatu yang menyedihkan.
Dan saya baru mengalami itu beberapa waktu lalu. Dan Ayu benar. Harusnya saya yang balik badan duluan biar nggak ada waktu melihat punggung "orang itu" pergi saja meninggalkan.
Terima kasih Ayuuuu. Saya belajar dari sana.
Terima kasih atas sederet kalimat watsap di siang hari Agustus 2015 ini mengenai diriku. Doakan aku. I love you. :"""


Yeni.
Entah kapan habisnya galauku ini. Dan tetiba malam-malam saya kangen Yeni. Langsung watsap dan baru dibalas di keesokan harinya, yang tanpa ragu justru Yeni yang menawarkan diri untuk menghampiri saya di kosan. Siapa yang kangen siapa yang nyamper? :"""
Dan waktu itu tiba-tiba saya jadi speechless ketika tau Yeni menangis. Menangis untuk apa?
Yeni pernah melihat saya hancur ketika di tingkat satu dulu saya setiap hari menangis karena harus "berpisah" dengan seseorang. Dan seingat saya dia memberikan respon yang biasa aja. Atau bahkam tidak peduli karena hanya fokus pada mata kuliah yang sedang kami pelajari? Entah.
Tapi sore itu berbeda. Agustus 2015. Ketika saya bercerita kepada Yeni tentang sebuah kabar yang membuat saya patah hati.
Dan tentang alasan-alasan saya yang, alhamdulillah, patah hatinya nggak bener-bener kayak dulu. Karena sekarang saya lebih realistis dan karena memang ada banyak hal yang harus dipertimbangkan.
Yeni nangis. Entah karena apa. Karena berempati terhadap perasaan saya? Karena kasihan? Atau karena Yeni mengalami hal yang sama? Demi cerita yang bahkan para pelakunya belum pernah dia temui.
Dan sungguh, saya sudah baik-baik saja ketika menceritakannya.
 Saya hanya bisa menduga-duga.
Satu hal yang saya tahu pasti, syukur yang tiada henti dan tak terkira sungguh harus ku haturkan kepadaNya. Terima kasih, Yeni. :"""

Terima kasih Allah atas segala nikmatmu, telah memberikan teman-teman terbaik kepadaku.

Kamis, 13 Agustus 2015

Pindah Hati (?)

Satu cerita telah selesai. Sebuah janji yang hanya pernah terucap dalam hati kini harus dijalani. Atas sebuah pengharapan dan penantian yang kini telah nyata tak akan terjadi.
Berpindah hati.